Mengamati
fenomena yang sering muncul dalam aktivitas maya,banyak pengguna medsos yang kemungkinan
tidak memahami yang namanya kebebasan berkekspresi yang mengikat. Artinya adanya
kebebasan dalam bentuk tulisan, maupun ujarannya seolah-olah itu adalah fungsi kebebasan
berekspresi dalam benaknya.
Dari lintasan online sering kita menemukan para penyebar kebencian di mana saja, baik dalam
status berandanya, kolom komentar, forum-forum online, cuitan di linimasi dan
lain sebagainya.
Dari
lintasan ofline sering muncul carut marut yang bermuara pada pencemaran nama
baik sesorang.
Kedua alam tersebut adalah sama-sama sebagai penghuni dan penguna manusia di muka
bumi ini. Sebagai penghuni kedua alam ini pasti memiliki tata aturan dalam
perikehidupanya. Apalagi kita hidup berbangsa dan bernegara yang berpancasilais.
Sering
kita membaca dari berbagai media, para aktivis sering bergejolak melawan hal
tersebut, dengan menyeruhkan pemerintah agar segera menagani kasus-kasus penyebar
kebencian di internet dalam bentuk pemantauan dan penyaringan kontek, serta
memasukan edukasi wajib tentang literasi internet ke sekolah-sekolah.
Dari
aspek hukum ada yang diikat dengan UU ITE, yang melarang menyebar kebencian,
permusuhan. Terlepas dari itu sebagai manusia yang berbuday pasti memiliki norma atau tata aturan yang disebut dengan hukum tidak tertulis itu. Akan tetapi kemungkinan saja kita dihantui dengan nostalgia perkembangan
teknologi yang membuat kita terlena dalam memahami jati diri sebagai insan pancasilais yang berbudaya.
Ini
yang menjadi pekerjaan rumah
kita dalam meyiapkan generasi kita mendatang dalam memaknai hidup dan kehidupan
yang diberikan EmpuNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar